Suatu hari seseorang mengusulkan kepada Umar bin Abdul Aziz, agar didirikan pagar yang tinggi demi keamanan. Umar bin Abdul Aziz menjawab: “Bangunlah keadilan kau akan merasa aman. Sebab dengan bersikap demikian, seorang pemimpin telah memberikan hak-hak rakyatnya secara benar dan adil. Bila rakyat mendapatkan haknya maka automatik kejahatan tidak ada. Bila kejahatan tidak ada maka akan tercapai rasa aman.” Kisah ini mengingatkan kepada Umar bin Khatthab ketika menjadi khalifah. Umar sangat terkenal dengan keadilannya. Umar pernah berkata suatu hari: ”Lain nimtunnahaar dhayya’tur ra’iyyah, wa lain nimtullail dhayya’tu nafsii (jika aku tidur di siang hari aku telah mengkhianati rakyatku, dan jika aku tidur di malam hari, aku telah mengkhianati diriku sendiri”).
Umar selama manjadi khalifah tidak sempat enak tidur siang mahupun malam. Setiap saat selalu bersama rakyatnya. Bukan hanya dari wilayah ke wilayah tetapi bahkan dari rumah ke rumah. Umar setiap hari membantu terus para janda yang tidak mampu berbelanja ke pasar. Di malam hari Umar masih menyempatkan diri membantu para jumpo dengan menyediakan makan untuk mereka. Kerananya Umar merasa aman. Di mana saja ia boleh istirehat. Suatu hari Umar ditemukan tidur berbaring di bawah pohon. Pada saat itu sedang datang utusan dari kerajaan Romawi. Para utusan itu terkejut ketika mereka menemui Umar yang begitu sederhana. Tidak seperti yang mereka bayangkan tentang seorang raja berkaliber seperti Umar. Salah seorang sahabat mengungkapkan Umar ketika dalam keadaan seperti itu: ”Umar, adalta fanimta (Umar, engkau telah berbuat adil, maka engkau enak tidur di mana-mana”).
Benar keadilan adalah dasar sebuah kepemimpinan. Dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan: ”I’diluu huwa aqrabu littaqwa (berbuatlah adil sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketakwaan”). Al-Maidah:8
Perhatikan ayat ini betapa Allah swt. memerintahkan agar kita berbuat adil. Lalu Allah memberikan alasan bahawa dengan berbuat adil seseorang akan mendapatkan level takwa. Dari sini kita belajar bahawa tidak akan bertakwa seorang yang berlaku zalim. Sebab para pelaku kezaliman akan selalu bergelimang dosa dan harta haram. Maka dengan kezalimannya seseorang akan semakin jauh dari Allah. Sungguh tidak mungkin bertakwa seorang yang jauh dari Allah swt.
Perlu digaris juga bahawa kata i’diluu dalam ayat tersebut berupa perintah. Dan dalam kaedah pada dasarnya perintah itu bererti wajib. Dengan demikian bertindak adil adalah kewajipan, lebih-lebih bagi seorang pemimpin.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. menceritakan bahawa kelak di hari Kiamat di padang mahsyar, di saat manusia di bawah terik yang tak terhingga, lebih dari itu tidak ada sedikitpun rendang seperti yang diceritakan Rasulullah saw.: ”Yawma laa dzilla illaa dzilluhu (tidak tempat berteduh sama sekali kecuali keteduhan dari Allah swt), ada sekelompok manusia pada saat itu mendapat perlindungan khusus dari Allah, di antaranya –kata Rasulullah saw- al imaamul ’aadil (pemimpin yang adil). Dari sini sudah jelas bahawa berbuat adil bagi seorang pemimpin adalah kenikmatan yang sangat menguntungkan, bukan saja di dunia melainkan lebih dari itu di akhirat.
Kini bila kita perhatikan, justru kezaliman banyak kita temukan dalam kepemimpinan umat Islam. Pelbagai bukti korupsi atau kediktatoran sangat mencolok dilakukan oleh para pemimpin yang justru mengaku diri sebagi seorang muslim. Kerananya kestabilan politik selalu tidak tercapai.
Sampai bila umat ini akan terus tercekam dalam kezaliman yang dilakukannya sendiri?.
Sampai bila Islam yang kita yakini hanya akan menjadi ibadah ritual yang mati di masjid, sementara di pejabat-pejabat, di pasar-pasar dan bahkan di lembaga-lembaga pemerintahan tidak ada Islam?.
Bukankah sudah saatnya Umat ini kembali kepada komitmen semula. Komitmen untuk menjalankan Islam secara kaaffah, seperti yang Allah firmankan: udkhuluu fissilmi kaaffah. (QS. Al baqarah : 208). Ingat bahawa nilai-nilai Islam sejak dini telah dipraktikkan di barat, sekalipun mereka tidak mahu menyebut itu Islam. Dan kerana itu mereka maju. Sungguh Islam adalah fitrah. Dan berislam ertinya berbuat adil. Maka dengan berbuat adil seorang pemimpin akan aman, seluruh rakyat akan sejahtera dan sebuah negeri akan kukuuh. Wallahu ’alam bishshawab.
Umar selama manjadi khalifah tidak sempat enak tidur siang mahupun malam. Setiap saat selalu bersama rakyatnya. Bukan hanya dari wilayah ke wilayah tetapi bahkan dari rumah ke rumah. Umar setiap hari membantu terus para janda yang tidak mampu berbelanja ke pasar. Di malam hari Umar masih menyempatkan diri membantu para jumpo dengan menyediakan makan untuk mereka. Kerananya Umar merasa aman. Di mana saja ia boleh istirehat. Suatu hari Umar ditemukan tidur berbaring di bawah pohon. Pada saat itu sedang datang utusan dari kerajaan Romawi. Para utusan itu terkejut ketika mereka menemui Umar yang begitu sederhana. Tidak seperti yang mereka bayangkan tentang seorang raja berkaliber seperti Umar. Salah seorang sahabat mengungkapkan Umar ketika dalam keadaan seperti itu: ”Umar, adalta fanimta (Umar, engkau telah berbuat adil, maka engkau enak tidur di mana-mana”).
Benar keadilan adalah dasar sebuah kepemimpinan. Dalam Al-Qur’an Allah memerintahkan: ”I’diluu huwa aqrabu littaqwa (berbuatlah adil sesungguhnya ia lebih dekat kepada ketakwaan”). Al-Maidah:8
Perhatikan ayat ini betapa Allah swt. memerintahkan agar kita berbuat adil. Lalu Allah memberikan alasan bahawa dengan berbuat adil seseorang akan mendapatkan level takwa. Dari sini kita belajar bahawa tidak akan bertakwa seorang yang berlaku zalim. Sebab para pelaku kezaliman akan selalu bergelimang dosa dan harta haram. Maka dengan kezalimannya seseorang akan semakin jauh dari Allah. Sungguh tidak mungkin bertakwa seorang yang jauh dari Allah swt.
Perlu digaris juga bahawa kata i’diluu dalam ayat tersebut berupa perintah. Dan dalam kaedah pada dasarnya perintah itu bererti wajib. Dengan demikian bertindak adil adalah kewajipan, lebih-lebih bagi seorang pemimpin.
Dalam sebuah hadis Rasulullah saw. menceritakan bahawa kelak di hari Kiamat di padang mahsyar, di saat manusia di bawah terik yang tak terhingga, lebih dari itu tidak ada sedikitpun rendang seperti yang diceritakan Rasulullah saw.: ”Yawma laa dzilla illaa dzilluhu (tidak tempat berteduh sama sekali kecuali keteduhan dari Allah swt), ada sekelompok manusia pada saat itu mendapat perlindungan khusus dari Allah, di antaranya –kata Rasulullah saw- al imaamul ’aadil (pemimpin yang adil). Dari sini sudah jelas bahawa berbuat adil bagi seorang pemimpin adalah kenikmatan yang sangat menguntungkan, bukan saja di dunia melainkan lebih dari itu di akhirat.
Kini bila kita perhatikan, justru kezaliman banyak kita temukan dalam kepemimpinan umat Islam. Pelbagai bukti korupsi atau kediktatoran sangat mencolok dilakukan oleh para pemimpin yang justru mengaku diri sebagi seorang muslim. Kerananya kestabilan politik selalu tidak tercapai.
Sampai bila umat ini akan terus tercekam dalam kezaliman yang dilakukannya sendiri?.
Sampai bila Islam yang kita yakini hanya akan menjadi ibadah ritual yang mati di masjid, sementara di pejabat-pejabat, di pasar-pasar dan bahkan di lembaga-lembaga pemerintahan tidak ada Islam?.
Bukankah sudah saatnya Umat ini kembali kepada komitmen semula. Komitmen untuk menjalankan Islam secara kaaffah, seperti yang Allah firmankan: udkhuluu fissilmi kaaffah. (QS. Al baqarah : 208). Ingat bahawa nilai-nilai Islam sejak dini telah dipraktikkan di barat, sekalipun mereka tidak mahu menyebut itu Islam. Dan kerana itu mereka maju. Sungguh Islam adalah fitrah. Dan berislam ertinya berbuat adil. Maka dengan berbuat adil seorang pemimpin akan aman, seluruh rakyat akan sejahtera dan sebuah negeri akan kukuuh. Wallahu ’alam bishshawab.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan